Munculnyaberbagai kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang tersebar di nusantara menjadi pertanda awal terjadinya perubahan sistem pemerintahan dan budaya di Indonesia. Keterlibatan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia juga turut berperan dalam tersebarnya agama Islam hingga ke seluruh penjuru tanah air.
kerajaanislam tidak menganut sistem kasta sehingga tidak ada perbedaan dalam pergaulan antara bangsawan dengan masyarakatnya. meskipun tidak ada perbedaan islam mengajarkan untuk saling mengormati antara raja dan rakyat dalam sistem pergantian raja pada kerajaan islam tidak menggunakan hak keturunan melaikan semua orang dapat menjadi raja jika
Adapula kaum ulama atau ahli agama yang memang datang ke Nusantara
Viewkel. 2 KERAJAAN ISLAM DI NUSANTARA (1).doc from MATH 18A at San Jose State University. KERAJAAN ISLAM DI NUSANTARA Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Islam Indonesia Dosen Pengampu :
kerajankerajaan islam di Nusantara Di kesempatan kali ini, saya akan berbagi pengetahuan tentang kerajaan-kerajaan Islam yang pe
Belikoleksi Kerajaan Islam Di Nusantara online lengkap edisi & harga terbaru June 2022 di Tokopedia! ∙ Promo Pengguna Baru ∙ Kurir Instan ∙ Bebas Ongkir ∙ Cicilan 0%.
zHCQo. - Sejarah masuknya agama Islam ke Nusantara memiliki dampak yang besar dalam berbagai sektor kehidupan. Pengaruh Islam di Nusantara atau yang kemudian menjadi negara bernama Indonesia juga merasuk dalam bidang politik dan ekonomi. Ada beberapa teori terkait masuknya Islam ke Nusantara. Dari berbagai teori tersebut, Islam diperkirakan masuk ke Nusantara melalui berbagai jalur, seperti perdagangan, pernikahan, atau migrasi. Sebelum ajaran Islam hadir, masyarakat Nusantara berada dalam peradaban Hindu-Buddha. Maka, ketika Islam masuk dan mulai menebarkan pengaruh, maka terjadi penyesuaian dalam berbagai aspek dari modul Sejarah Kerajaan-Kerajaan Maritim Indonesia pada Masa Islam 2020 yang diterbitkan Kemendikbud, masuknya Islam berdampak terhadap bidang politik, ekonomi, kebudayaan, dan juga Sejarah Proses Masuknya Islam ke Indonesia Berdasar Teori Gujarat Teori-Teori Masuknya Islam ke Indonesia Beserta Tokohnya Penjelasan 4 Teori Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia Pengaruh Islam di Nusantara dalam Bidang Politik 1. Konsep Raja Sebagai Utusan TuhanPada masa Hindu-Buddha, kerajaan menganut konsep dinasti, sebuah sistem pemerintahan berdasarkan garis keturunan. Raja memiliki kuasa agung yang kerap diasosiasikan dengan dewa, atau yang disebut dengan konsep Devaraja. Raja dalam konsep ini akan dianggap sebagai titisan dewa di biasanya dibuatkan candi, arca, atau prasasti lainnya yang menyerupai dewa. Contohnya adalah Raja Airlangga, pemimpin Kerajaan Kahuripan yang dicandikan serupa dengan Dewa juga Sejarah Candi Badut Peninggalan Kerajaan Kahuripan & Keunikannya Asal-usul Lambang Garuda dalam Sejarah Kerajaan Raja Airlangga Sejarah Kerajaan Kahuripan, Lokasi, & Peninggalan Raja Airlangga Masuknya Islam mengubah sistem Devaraja. Hal ini karena Tuhan dalam agama Islam tak dapat menyerupai ciptaan-Nya. Akan tetapi, Tuhan mengirimkan khalifah pemimpin di bumi yang bertanggung jawab terhadap keselarasan dan keteraturan dunia. Oleh karena itu, konsep Devaraja pada masa Hindu-Buddha berganti menjadi raja atau pemimpin sebagai khalifah wakil Tuhan sebagai pemimpin di bumi. 2. Penyebarluasan Islam oleh RajaPara ulama yang menyebarkan syiar Islam di Nusantara pada masa awal memiliki strategi jitu dalam menjalankan dakwahnya. Pertama-tama, mereka akan terlebih dahulu melakukan pendekatan secara politis terhadap raja-raja di Nusantara agar memeluk Islam. Dalam modul Islam Nusantara yang diterbitkan Kemendikbud 2017 12, para ulama tersebut menyebarkan ajaran Islam kepada raja-raja di Nusantara melalui beberapa pendekatan, yaitu Menunjukkan peran pedagang Islam dalam memajukan perekonomian sebuah wilayah. Menunjukkan keberhasilan ulama dalam menyebarluaskan agama Islam hingga ke pelosok daerah tanpa adanya perang atau pertumpahan darah. Hal ini menunjukkan bahwa Islam mempunyai paham yang sama dengan kepercayaan masyarakat yang telah ada sebelumnya. Menunjukkan kesuksesan Islam sebagai landasan ideologis dan sistem kepercayaan yang mampu menjaga perdamaian dalam masyarakat. Baca juga Sejarah Hidup Sunan Giri Lahir, Nasab, & Ajaran Dakwah Wali Songo Sejarah Hidup Sunan Gunung Jati Ulama Wali Songo & Sultan Cirebon Sejarah Hidup Sunan Muria Wali Songo Termuda, Putra Sunan Kalijaga Setelah seorang raja bisa diajak memeluk agama Islam, sebagian besar rakyatnya pun akan mengikuti sang raja dengan melakukan hal yang sama. Kepentingan politik muncul lagi ketika raja ingin menambah wilayah kekuasaan sekaligus menyebarluaskan ajaran Islam. Contoh penyebarluasan Islam oleh raja terjadi pada masa Kesultanan Demak. Kala itu, Sultan Demak mengirimkan pasukan untuk menaklukkan wilayah Jawa bagian barat dan menyebarkan Islam di wilayah juga Sejarah Raden Patah Putra Majapahit Pendiri Kerajaan Islam Demak Sejarah Keruntuhan Kerajaan Demak Penyebab dan Latar Belakang Sejarah Kesultanan Demak Kerajaan Islam Pertama di Jawa Pengaruh Islam di Nusantara dalam Bidang Ekonomi Nusantara dikenal memiliki beragam julukan tentang kekayaan alamnya. Contohnya, Yawadwipa yang berarti Pulau Jelai, istilah untuk menyebut Pulau Jawa dengan kekayaan hasil buminya. Nusantara juga populer dengan julukan kepulauan emas atau perak Argyre karena menjadi salah satu penghasil logam mulia. Kekayaan alam yang melimpah dan wilayah yang luas mendorong sejumlah pedagang Islam dari Cina, India, Arab, dan berbagai belahan dunia lainnya melakukan transaksi dagang di pelabuhan-pelabuhan Nusantara. Penyebarluasan Islam melalui jalur perdagangan menyebabkan munculnya kota-kota pelabuhan di pantai timur dan barat Sumatera serta pantai utara juga Sejarah Kesultanan Islam Kutai Kartanegara Gabung NKRI Sejarah Kesultanan Gowa Tallo & Masa Kejayaan Sultan Hasanuddin Sejarah Kesultanan Bima Peninggalan Kerajaan & Silsilah Raja-raja Kota pelabuhan perlahan menjadi makin besar dan berubah menjadi perkampungan. Akibatnya, komoditas yang diperlukan untuk menghidupi populasi pun bertambah. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sejumlah daerah di Pulau Jawa yang mengekspor hasil bumi dari pedalaman ke wilayah lain di Nusantara. Di antara berbagai kota pelabuhan tersebut, ada pula yang berkembang menjadi wilayah kerajaan seperti yang terjadi di kawasan Banten, Cirebon, Demak, Aceh, Ternate. Kerajaan-kerajaan ini muncul sebagai efek atas tingginya aktivitas ekspor dan penguasaan sumber daya di wilayah juga Sejarah Kesultanan Ternate Kerajaan Islam Tertua di Maluku Utara Sejarah Isi Deklarasi Djuanda Tujuan, Tokoh, Hasil, & Dampaknya Sejarah Awal Kejayaan Kesultanan Banten Era Maulana Hasanuddin - Pendidikan Kontributor FatimatuzzahroPenulis FatimatuzzahroEditor Iswara N Raditya
BAB I PENDAHULUAN Kerajaan Islam di Nusantara Islam di Indonesia Asia Tenggara merupakan salah satu dari tujuh cabang peradaban peradaban Islam sesudah hancurnya persatuan peradaban Islam yang berpusat di Baghdad tahun 1258 M . Ketujuh cabang itu secara lengkap adalah peradaban Islam itu secara lengkap adalah peradaban Islam Arab, Islam Parsi, Islam Turki, Islam Afrika Hitam, Islam anak benua India, Islam Arab Melayu, dan Islam China. Kebudayaan peradaban yang disebut Arab Melayu tersebar di wulayah Asia Tenggara memiliki ciri-ciri universal menyebabkan peradaban itu tetap mempertahankan bentuk integralitasnya, tetapi pada saat yang sama tetap mempunyai unsur-unsur yang khas kawasan itu. Kemunculan dan perkembangan Islam dan kawasan itu menimbulkan transformasi kebudayaan peradaban lokal. Transformasi melalui pergantian agama dimungkinkan karena Islam selain menekankan keimanan yang benar, juga mementingkan tingkah laku dan pengamalan yang baik, yang diwujudkan dalam berbagai aspek kehidupan. Terjadinya transformasi kebudayaan dari sistem keagamaan lokal kepada sistem keagamaan Islam bisa disebut Revolusi Agama. Transformasi masyarakat Melayu kepada Islam terjadi berbarengan dengan “ masa perdagangan “. Masa ketika Asia Tenggara mengalami peningkatan posisi dalam perdagangan Timur-Barat. Kota-kota wilayah pesisir muncul dan berkembang menjadi pusat-pusat perdagangan, kekayaan,dan kekuasaan. Masa ini mengantarkan wilayah Nusantara ke dalam internasionalisasi perdagangan dan kosmopolitanisme kebudayaan yang tidak pernah dialami masyarakat di kawasan ini pada masa-masa sebelumnya.[1] BAB II PEMBAHASAN 1. Kerajaan Aceh Darussalam. Kerajaan Aceh Darussalam merupakan sebuah kerajaan yang paling lama berkuasa di Nusantara pada masa lampau. Saat disebutkan kerajaan Aceh, yang terlintas di pikiran orang adalah Kerajaan Aceh Darussalam. Kerajaan ini muncul setelah jatuhnya kerajaan Malaka ke tangan Portugis pada tahun 511 M. Pada tahun itulah kerajaan Aceh Darussalam didirikan dan menjadi pengganti atas kekalahan bangsa Melayu di Melaka marwah bangsa Melayu jatuh . Kerajaan Aceh Darussalam merupakan hasil evolusi dari kerajaan-kerajaan Islam yang pernah muncul di tanah Aceh sebelumnya. Jika dilihat dari latar belakang sejarah kemunculan kerajaan-kerajaan Islam di Aceh, Kerajaan Aceh Darussalam merupakan kerajaan Islam yang terakhir di Aceh. Kerajaan ini merupakan kerajaan yang paling lama berkuasa di Nusantara yang diperintah oleh puluhan sulthan. Setelah kerajaan Aceh Darussalam berakhir pada tahun 1939 M, tidak ada kerajaan Islam yang pernah muncul di wilayah Asia Tenggara ini.[2] Kerajaan Aceh terletak di daerah yang sekarang dikenal dengan nama kabupaten Aceh Besar. Disini pula terletak ibu kotanya. Kurang begitu diketahui kapan kerajaan ini sebenarnya berdiri. Anas Machmud berpendapat, kerajaan Aceh berdiri pada abad ke -15 M, diatas puing-puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah. Dialah yang membangun Kota Aceh Darussalam. Ali Mughayat Syah meluaskan wilayah kekuasaannya ke daerah Pidie yang bekerja sama dengan Portugis, kemudian ke Pasai pada tahun 1524 M. Dengan kemenangannya terhadap dua kerajaan tersebut, Aceh dengan mudah melebarkan sayap kekuasaannya ke Sumatera Timur untuk mengatur daerah Sumatera Timur, raja Aceh mengirim panglima-panglimanya, salah seorang di antaranya adalah Gocah, pahlawan yang menurunkan sultan-sultan Deli Serdang.[3] Peletak dasar kebesaran kerajaan Aceh adalah Sultan Alauddin Riayat Syah yang bergelar Al-Qahar. Dalam menghadapi bala tentara Portugis, ia menjalin hubungan persahabatan dengan kerajaan Usmani di Turki dan negara-negara Islam yang lain di Indonesia. Dengan bantuan Turki Usmani tersebut, Aceh dapat membangun angkatan perangnya dengan baik. Aceh ketika itu tampaknya mengakui kerajaan Turki Usmani sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dan kekhalifahan dalam islam. Puncak kekuasaan kerajaan Aceh terletak pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda 1608-1637 . Pada masanya Aceh menguasai seluruh pelabuhan di pesisir timur dan barat sumatera. Dari Aceh, Tanah Gayo yang berbatasan diislamkan, juga Minangkabau. Hanya orang-orang kafir Batak yang berusaha menangkis kekuatan-kekuatan Islam yang datang, bahkan mereka melangkah begitu jauh sampai minta bantuan Portugis. Sultan Iskandar tidak terlalu bergantung kepada bantuan Turki Usmani yang jaraknya jauh. Untuk mengalahkan Portugis, Sultan kemudian bekerja sama dengan musuh Portugis, yaitu Belanda dan Inggris. Tidak seperti Iskandar Muda yang memerintah dengan tangan besi, penggantinya, Iskandar Tsani, bersikap lebih liberal, lembut dan adil. Pada masanya, Aceh terus berkembang untuk masa beberapa tahun. Pengetahuan agama maju dengan pesat. Akan tetapi, kematiannya diikuti oleh masa-masa bencana. Tatkala beberapa perempuan menduduki singgasana pada tahun 1641-1699, beberapa wilayah taklukannya lepas dan kesultanan menjadi terpecah belah. Setelah itu, pemulihan kembali kesultanan tidak banyak bermanfaat, sehingga menjelang abad ke -18 M kesultanan Aceh merupakan bayangan belaka dari masa silam dirinya, tanpa kepemimpinan dan kacau balau.[4] 2. Kerajaan Mataram Mataram pada mulanya hanyalah merupakan hutan yang penuh tumbuhan tropis di atas puing-puing istana tua Mataram Hindu, lima abad sebelum berdirinya kerajaan Mataram Islam yang sedang kita bicarakan sekarang ini. [5] Awal dari kerajaan Mataram adalah ketika Sultan Adiwijaya dari Pajang meminta bantuan kepada Ki Pamanahan yang berasal dari daerah pedalaman untuk menghadapi dan menumpas pemberontakan Aria Penangsang tersebut. Sebagai hadiah atasnya, sultan kemudian menghadiahkan daerah Mataram kepada Ki Pamanahan yang menurunkan raja-raja Mataram Islam kemudian.[6] Pada tahun 1577 M, KI Gede Pamanahan menempati istana barunya di Mataram. Dia digantikan oleh putranya, Senopati tahun 1584 dan dikukuhkan oleh Sultan Pajang. Senopati yang dipandang sebagai Sultan Mataram pertama, setelah pangeran Benawa anak sultan Adiwijaya, menawarkan kekuasaan atas pajang kepada Senopati. Meskipun Senopati menolak dan hanya meminta pusaka kerajaan, diantaranya Gong Kiai Skar Dlima, Kendali Kiai Macan Guguh, dan Pelana Kiai jatayu, namun dalam tradisi Jawa, penyerahan benda-benda pusaka itu sama artinya dengan penyerahan kekuasaan. Senopati meninggal Dunia tahun 1601 M dan digantikan oleh putranya Seda Ing Krapyak yang memerintah sampai tahun 1613 dan juga diganti oleh putranya, Sultan Agung yang melanjutkan usaha ayahnya. 3. Kerajaan Demak Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Patah, berdirinya Kerajaan Demak tidak ada kaitannya dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit, artinya Kerajaan Demak berdiri, Kerajaan Majapahit masih eksis. Namun munculnya Kerajaan Demak erat kaitannya dengan kondisi politik, ekonomi, sosial dan budaya Kerajaan Majapahit Perlu diketahui bahwa meskipun Kerajaan Majapahit runtuh tidak berarti bahwa seluruh bekas kekuasaan Kerajaan Majaphit jatuh ketangan Kerajaan Demak dan seluruh bekas wilayah Kerajaan Majapahit menjadi muslim. Sebagaimana telah disebutkan perkembangan Islam di Jawa bersamaan waktunya dengan melemahnya posisi Raja Majapahit. Hal itu memberi peluang kepada penguasa Islam di pesisir untuk membangun pusat-pusar kekuasaan yang independen.[7] Kerajaan Demak runtuh karena konflik internal dikalangan keluarga kerajaan, lalu muncul Kerajaan Pajang dibawah Hadiwijaya. Setelah Kerajaan Pajang muncul Kerajaan Mataram yang didirikan oleh Panembahan Senopati. Kerajaan Mataram beberapa kali mengalami perpindahan pusat pemerintahan, mulai dari Kota Gede , Plered. Kerta, Kartasura kemudian ke Surakarta. Perpindahan itu karena ibukota kerajaan pernah diduduki musuh. 4. Kerajaan Banten Peletak dasar nilai keislaman di Kawasan Sunda ialah Nurullah dari Samudera Pasai. Beliau datang kesana pada tahun 1525 atas perintah Sultan Nurullah atau Syarif yang juga dikenal sebagai Sunan Gunung Jati di Jawa bagian Barat dengan misi utamaa yaitu penyebaran Islam dan kedua untuk memperluas wilayah kerajaan Demak. Sebagai penguasa baru di Banten ia bersikap sebagai bawahan Demak. Wilayah kekuasannya meliputi wilayah Banten, Jakarta dan Cirebn. Pada masanya usaha untuk menjarah pangkuan Pajajaran masih belum terencana hal ini karena disamping jangkauannya agak jauh dari pantai juga disibukkan oleh usaha pembenahan kekuasaan barunya teruatam Salaam mengantisipasi masa transisi budaya Hindu ke Islam bahkan untuk kepentingan ini ia harus berpindah-pindah tempat kadang di Banten dan kadang di Cirebon. [8] Sistem politik, sebagaimana kerajaan tradisional lainnya, kekuasaan sultan disini mempunyai otoritas tertinggi serta mempunyai hak prerogatif penuh atas segala urusan, baik politik atau lainnya. Pengakuan dan pengukuhan atas jabatan sultan ditetapkan berdasarkan warisan. Kedudukan dan peran serta Ulama, kedudukan sultan-sultan Banten diakui bukan saja sebagai kepala pemerintahan yang memiliki otoritas tertinggi tetapi juga sebagai kepala agama di wilayahnya, dengan demikian lembaga-lembagaa keagamaan mendapaat perhatian, pengakuan serta perlindungan penuh dari sultan,terutama ulamnya. Mereka termasuk kelompok elite yang memiliki pengaruh besar terhadap jalannya pemerintahan ataupun masyarakat. Suasana harmonis antara Ulama dan Umara berjalan dari masa ke masa hingga terjadi aneksasi Belanda atas Banten. Kessempatan para ulama dalam berpartisipasi dalam soal kebijakan pemerintah sudah tidak ada peluang, semuanya sudah diatur oleh Belanda. Peranan pejabat seperti Ulama,personl semakin dipersempit dan bahkan baanyak didudukkan pejabat-pejabat biasa dengan pengawasan ketat dari pemerintah Belanda. Pembatasan terhadap jamaah haji juga dlakukan, tetapi jumlah peserta setiap tahunnya terus meningkat. Sebagai akibat pelaksanaan tersebut bangkitlah para ulama Banten untuk melakukan Kompeni dengan Belanda. [9] 5. Kerajaan Palembang Sejarah kerajaan Palembang atau kesultanan Palembang terjadi dalam abad ke 17 M dan 18 M. Tempatnya di kota Palembang dan sekitarnya, baik disebelah di Sungai Musi maupun du Hulu dan anak-anaknya, yang dikenal dengan Batanghari sembilan. Letaknya tiddaak terlalu jauh dari Kuala yang bermuara di selat Bangka. Kota Palembang semula termasuk wilayah kerajaan Budha Sriwijaya yang berkuasa dari tahun 683 M sampai kira-kira tahun 1371 M. Runtuhnya kerajaan ini karena akibat kekosongannya Kekuasaan dan menjadi taklukan kerajaaan Majapahit pada pertengahan abad ke 15 sampai tahun 1527 M. Setelah kerajaan Majapahit, Palembang menjadi daerah pelindung dari kerajaan Demak,pajang dan Mataram. Masa Kejayaannya, palembang dalam bagian kedua abad ke 18 telah menuju ke hari depan yang baik, yaitu pada masa Sultan Susuhunan Mahmud Badaruddin II, ia menjalankan pemerintahan secara bijaksana, perdagangan berkembang pesat dan timah telah memperkaya kerajaan. Ekonomi, perekomian sesuai dengan letaknya, sangat dipengaruhi oleh perdagangan luar dan dalam negeri. Komoditi yang terpenting ialah hasil pertambangan Timah. Politik, politik yang dijalankan di kesultanan selama kurang lebih 50 tahun telah membuktikan telah berhassilnya menciptakan pemerintahan yang stabil, dimana ketentram dan keamanan penduduk dan perdagangan terpelihara dengan baik. Begitu juga hubungan dengan negara-negara tetangga pada umumnya terjalin dengan baik, hanya ada satu kali perang saja sewaktu pra-kesultanan pada tahun 1596 dengan Banten yang berlatar belakang pertikaian ekonomi untuk memperebutkan pangkalan perdagangan di Selat Malaka. Peran Ulama di Kesultanan Palembang, sama seperti kerajaan Islam yang lainnya yaitu, para ulama yaitu juga sangat berperan penting, seperti kedudukan dalam pemerintahan juga sebagai pemberi tentang ilmu-ilmu Islam. 6. Kerajaan Ternate Islam masuk ke Ternate ke daerah maluku resmi pada abad IX, yang pada waktu itu dibawa oleh orang Arab, Persi dan juga orang melayu yang berdatangan kesana sejak abad ke -5 Masehi atau abad ke-11 masehi. Kerajaan Ternate berada pada kepulauan Maluku yang merupakan salah satu dari empat kerajaan yang berada disana,yaitu kerajaan Tidore, Bacan, Jailolo,dan Ternate. Sejak dulu ternate terkenal dengan bunga cengkehnya, karena itulah yang membuat bangsa Eropa banyak berdatangan dan ingin menguasainya. Datnganya pengaruh bangsa Barat, didahului oleh pengaruh bangsa Timur Tengah yang lebih awal datangnya ke Negeri ini, sehingga mereka saling berlomba untuk mendapatkan hasil bumi yang melimpah ruah. Bangsa Timur Tengah disamping mencari rempah-rempah juga untuk menyebarkan agama Islam.[10] Ekonomi, Kerajaan Ternate tidak terlepas dari aspek-aspek dan hal-hal yang membawa ke arah kelangsungan kehidupan kerajaan tersebut. Pada masa pertumbuhannya dan perkembangan islam, sistem jual beli agaknya masih melanjutkan atau meneruskan sistem lama,yaitu barter. Ada pula yang menggunakan alat penukar Konvensional yang lazim disebut Uang. Tradisi ini masih berlaku bagi masyarakat primitif yang masih tinggal di pedalaman. Perkembangan di Ternate berjalan sangat pesat, hal ini terlihat dengan banyaknya orang yang menanam rempah-rempah, yang terkenal merupakan tanaman yang sangat mahal harganya dan banyak peminatnya, bukan saja di kalangan Indonesia Sendiri, tetapi juga bangsa Asing yang datang Maluku. Politik, seperti halnya juga kerajaan Islam yang lain juga telah mengenal politik dalam menjalankan pemerintahan. Dalam pergantian kekuasaan raja masih berlaku sistem turun temurun dan ini terbukti ketika sultan yang pertama Zainal Abidin wafat, maka penggantinya adalah putranya yang bernama Sirullah. Tercatat dalam sejarah , bahwa dalam pusat kerajaan Ternate terdapat beberapa mesjid dengan bangunan yang megah dan Unik, yang membedakan dengan mesjid daerah lain. Pada masa sebelum Islam datang, masyarakat Ternate menganut Animisme dan Dinamisme, menganggap nenek moyang adalah mereka yang paling keramat. Tetapi setelah Islam datang keadaan menjadi berubah yang mana diawali dengan masuknya raja mereka yang pertama dengan memeluk islam dan diikuti oleh rakyatnya. Hubungan Ulama dengan rakyat,minat beragama masyarakat ternate terhadap Islam sangat tinggi dan antusias untuk mempelajari ajaran-ajarannya. 7. Kerajaan Makassar Kerajaan terdiri atas dua kerajaan yaitu Goa dan Tallo, keduanya saling mengadakan hubungan baik sehingga masyarakat hanya mengenal Kerajaan Makassar saja. Nama Makassar diambil dari ibukota Goa dan sekarang berganti nama menjadi Ujung Pandang. Islam masuk ke daerah Makassar melalui pengaruh Kesultanan Ternate yang giat memperkenalkan Islam disana. Raja Gowa yang bernama Karaeng Tunigallo selanjutnya masuk Islam setelah menerima dakwah dari Dato Ri bandang.[11] Kerajaan ini mencapai kejayaannya pada masa dibawah pimpinan Sultan Hasanuddin yang dijuluki sebagai “ Ayam jantan Dari Timur” oleh Orang belanda sendiri dikarenan beraninya dalam melawan Belanda. Ekonomi, perdagangan yang berkembang pesat dan menjadi perkembangan pusat pelaabuhan Internasional. Masa kemundurannya,betapapun kemajuan Makassar Sesudah Islam, adat istiadatnya tidak boleh dilupakan. Raja-raja di ketiga daerah yang lain masuk, termasuk Wajo dan Soppeng bukanlah jajahan Makassar, tetapi raja Empat Sela, yang duduk sama rendah,tegak sama tinggi. Makassar kurang memperhatikan hal tersebut, sehingga sifaatnya terlalu keras. Perasaan tidak puas kian lama makin mendalam, dipimpin oleh anak raja yang masih muda dari Soppeng bernama Aru Palaka, komponi akhirnya mengetahui dendam yang sangat dalam tersebut. Peran Ulama, dalam sejarah pada Kerajaan ini tidak banyak disebutkan tentan peran Ulama, mungkin karena banyaknya pengaruh agama primitif. Disamping itu, ekspansi keagamaan yang dilancarkan oleh misionaris cukup membuat penguasa Makassar untuk memilih mana yang pantas untuk menjadi agama resmi kerajaan. Para ulama di Makassar banyak yang berasal dari Sumatera khususnya Aceh yaittu yang diperintahkan oleh dari kerajaan IndraPuri. Merekalah yang mengambil peranan penting dalam usaha mengislamkan penguasa dan menyebarkan ke Msyarakat Makassar, yang pada gilirannya nanti akan ikut memberi semangat baru bagi masyarakat Makassar untuk menentukan pegangan hidup mereka. 8. Kerajaan Banjar Di kalimantan nama Banjar Mula-mula dipakai untuk membedakan orang Melayu dari orang Jawa yang berjasa terhadap Sultan Suriansyah, sesuai dengan arti Banjar itu sendiri, yaitu Kelompok. Kerajaan Banjar merupakan kerajaan islam yang terletak di Pulau Kalimantan, tepatnya di kalimantan Selatan. Kerajaan Banjar disebut juga Kesultanan Banjarmasin. Kata Banjarmasin merupakan paduan dari dua kata, yaitu bandar dan Masih. Nama Bandar Masih diambil dari nama Patih Masih, seorang perdana menteri Kerajaan banjar yang cakap dan berwibawa. Perkembangan ekonomi, berkembang sangat pesat,akhir abad ke 16 sampai abad ke 17. Banjarmasin menjadi kota dagang yang sangat berarti untuk mencapai suatu kemakmuran kerajaan. Perekonomian masyarakat Banjar terdiri atas pertanian, nelayan dan industri. Dalam kurun sejarah, kebudayaan Banjar mengalami pergeseran dan perubahan-perubahan hingga coraknya berbeda dari zaman ke zaman. Ini adalah manifestasi dari cara berpikir dari sekelompok manusia di daerah ini dalam suatu kurun waktu tertentu. Agama islam merupakan agama mayoritas di Banjarmasin dan mereka taat dam menjalankan ibadah islam. Peran serta Ulama, Sultan Suriansyah adalaah raja pertama yang memeluk islam dan menjadikan islam sebagai agama resmi kerajaan. Ulama sebagai elite religius memberikan andil yang cukup besar bagi pemerintahan kerajaan. Sultan dan Ulama mempunyai kesatuan pandang dalam kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan dan menjunjung tinggi agama islam. BAB III PENUTUP KESIMPULAN Kedatangan Islam ke Nusantara, tidak hanya sebatas menyebarkan agama islam saja di bumi Nusantara ini, tidak hanya sebatas itu perkembangan Islam di Nusantara, perkembangan Islam dan kejayaan Islam mencapai klimaks, yaitu sampai tercapainya kerajaan islam dan menjadi tanah mayoritas islam. Kejayaan Islam yang dicapai sampai berabad-abad dan tersebar di seluruh nusantara, tidak hanya berada di Aceh saja melainkan juga terdapat pulau jawa, sulaweri kalimantan. Walau seiring berjalannya waktu, kejayaan yang pernah dicapai hanya bisa dikenang saja. Di karenakah membangun dan mempertahankan tidak semudah membalikkan telapak tangan, namun rintangan tantangan permusuhan. perkhianatan, juga perang kekuasaan dan agama pun terjadi sehingga pada hari ini, kita hanya mengenang dan mengkaji menelusuri ke dalam masa lampau, kita akan memakai mesin waktu untuk melihat perjuangan dan mencicipi kejayaaan Islam kala itu DAFTAR PUSTAKA Sunanto , Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta PT,RajaGrafindo Persada,2005. Matsyah , Ajidar, Jatuh Bangun Kerajaan Islam di Aceh, Yogyakarta Kaukaba, 2013. Yatim, Badri Sejarah Peradaban Islam, Jakarta Persada, 2014. Harun ,M,Yahya, Kerajaan Islam Nusantara Abad XVI dan XVII, Yogyakarta PT. Kurnia Kalam Sejahtera,1995. M, Tarunasena., Sejarah, jakarta Bahagia Concern,2009. [1] Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta PT,RajaGrafindo Persada,2005, [2] Ajidar Matsyah, Jatuh Bangun Kerajaan Islam di Aceh, Yogyakarta Kaukaba, 2013, [3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta Persada, 2014, [5] M,Yahya Harun, Kerajaan Islam Nusantara Abad XVI dan XVII, Yogyakarta PT. Kurnia Kalam Sejahtera,1995, [6] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,...hlm,214. [7] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta Persada, 2014, [8] M. Yahya Harun, Kerajaan Islam Nusantara Abad XVIi dan XVII,... [11] Sejarah, jakarta Bahagia Concern,2009,
Description Source ; Please contact 012-2881669 Pn Wong if there is an infringement Read the Text Version No Text Content! 50tahun, membuktikan telah berhasilnya menciptakan pemerintahan vang stabil, dimana ketentraman dan keamanan penduduk dan perdagangan terpelihara dengan baik. Demikian juga hubungan dengan negara-negara tetangga umumnya terjalin dengan baik, hanya ada satu kali perang saja sewaktu pra-kesultanan pada tahun 1596 dengan Banten vang berlatar belakang pertikaian ekonomi untuk memperebutkan pangkalan perdagangan di selat Malaka. Prestasi politik pada masa pemerintahan Sultan Susuhunan Abdurrahman vang paling menentukan bagi perkembangan kesultanan 47 Palembang Darussalam, adalah kebijaksanaannya untuk meiepaskan diri dari ikatan perlindungan protektorat Mataram kira-kira pada tahun 1675 tanpa menimbulkan penindasan dan peperangan. Hubungannya dengan Mataram tetap terpelihara dengan baik. Yang mendapat tantangan berat adalah politik dalam menghadapi imperialisme dan kolonialisme Eropa Belanda dan Inggris dengan kelebihan teknologi alat perangnya dan kelicikan politiknya, sehingga banvak mendatangkan kerugian kepada pihak kesultanan, dan akhirnya mengakibatkan hilangnya eksistensi kesultanan itu sendiri. Politik imperialis dan kolonialis ini yang dikenal dengan \"Belanda minta tanah\" dengan taktik tipu muslihatnva devide et impera. D. Peran Ulama di kesultanan Palembang Sejarah penyebran agama Islam di kesultanan ini tak terlepas dari seorang yang lazim dinamakan Kyai atau guru mengaji. Pada periode pemerintahan Kyai Mas Endi Pangeran Ario Kesumo Abdurrahman 1659-1706 terkenal seorang ulama vang bernama Agus Khotib Komad seorang ahli tafsir Al-Qur'an dan Fiqih, Tuan Faqih Jalaluddin mengajarkan ilmu Al-Qur\"an dan Ilmu Ushuluddin seorang ulama terkenal pada periode Sultan Mansur Joyo Ing Lago 1700-1714. Ulama ini masih menjalankan dakwahnya hingga masa pemerintahan Sultan Agung Komaruddin Sri Terung 1714-1724 juga pada masa Sultan Mahmud Badaruddin Joyo Wikromo 1724-1758 sampai akhir hayatnya pada tahun 1748. Sebulan setelah beliau wafat Sultan Mahmud Badaruddin Joyo Wikromo mendirikan masjid untuk wakaf kaum muslimin pada tanggal 25 Juni 1748. Masjid tersebut masih ada hingga sekarang dan dikenal dengan nama Masjid Agung. Pada masa Sultan Susuhunan Ahmad Najamuddin Adikesumo 1758-1776 lahir di Palembang seorang ulama besar yang bernama Syekh Abdussomad Al-Palembani, beliau aktif mengembangkan agama Islam pada masa Sultan Muhammad Bahauddin 1776-1803. Beliau memiliki reputasi internasional. pernah belajar di Mekkah. dan pad abad ke-18 M . ia kembali ke Palembang dengan membawa mutiara baru dalam Islam. Mutiara tersebut adalah Methode baru untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ketika ia berada di Mekah sempat hubungan korespondensi dengan Pangeran Mangkubumi di Yogyakarta. Mangkunegara di Susuhu- nan Prabu Djaka di Surakarta. Surat-surat v ang dikirim kepada penguasa 48 formal tradisional, tidak hanya berisikan soal-soal ilmu agama saja tapi juga hal-hal yang menyangkut politik dalam kaitannva dengan kolonialisme Belanda. Dengan demikian ia telah memberikan inspirasi baru berdasarkan doktrin agama, untuk membangkitkan kembali rasa patriotisme dalam menentang penjajah. Terlepas pada suatu pemikiran apakah beliau termasuk golongan taswnf Al-Ghozali atau Wahdatul wujud yang pernah diajarkan oleh Ibnu Arabi, Beliau telah menerjemahkan kitab karangannya sendiri yang bernama Sair al-Salikin dan Hidayat al-Salikm yang sampai sekarang masih banvak dibaca di negara-negara Asean yang meliputi Philiphina selatan, Brunai, Malaysia, Thailand Selatan, Singapura dan Indonesia. Begitu penting dan terhormatnya kedudukan ulama disamping sultan, sampai-sampai ulama mendapat tempat tersendiri disamping sultan. Dapat pula kita perhatikan posisi makam-makam para sultan Palembang disamp- ingnya terlihat makam ulama-ulama beserta E. Masa Kemunduran Setelah meninggalnya Sultan Baharuddin pada tahun 1804 yang memerintah kurang lebih 27 tahun lalu digantikan oleh putranya Sultan Mahmud Badaruddin. Ia merupakan raja yang terakhir memerintah secara despotis. punya kepribadian yang kuat, berbakat serta terampil dalam diplomasi atau strategi perang. Juga perhatian luas dalam berbagai bidang diantaranya pada bidang sastra. Dengan kemerosotan V O C pada akhir abad ke-18 praktis monopolinya di Palembang tidak dapat dipertahankan lagi dan faktorainya di tempat itu hampir lenyap. Krisis ekonomi dan politik yang dihadapi V O C dan kemudian pemerintah Belanda mempercepat peralihan kekuasaan ke tangan Inggris. Palembang jatuh ke tangan ekspedisi Inggris Gillespie pada tanggal 24 April 1812. Sultan sempat mengungsi ke pedalaman. Pimpinan pertahanan kerajaan ada ditangan Pangeran Adipati Ahmad Najamuddi. seorang saudara sultan yang tidak menunjukkan loyalitasnya kepada kakaknya. bahkan bersedia berunding dengan Inggris pada tanggal 17 Mei 1812 yang menentukan bahwa P A . Ahmad 2Gadjannata Sri- Edi Swasono. A/aiiit dan Berkembangnya Islam di Sumatera Selatan hal. 212. 49 Najamuddin menjadi sultan Palembang dengan syarat Palembang harus menyerahkan Bangka dan Belitung kepada Inggris. Sementara itu Sultan Badaruddin membangun pertahanan yang kuat di hulu sungai Musi, bermula di Buaya Langu setelah serangan ekspedisi Inggris gagal terhadap kubu tersebut, maka pertahanan dipindahkan lebih kehulu lagi yaitu di Muara Rawas. Setelah dengan aksi militer Inggris mengalami kegagalan maka ditempuhnya jalan diplomasi dan mengirim Robinsin untuk berunding. Pada tanggal 29 Juni 1812 ditandatangani perjanjian yang menetapkan bahwa sultan Badaruddin diakui sebagai sultan Palembang dan P A . Ahmad Najamuddin diturunkan dari tahtanya. Pada tanggal 15 Juli sultan Badaruddin tiba di Palembang dan bersemayam di keraton besar sedang P A . Ahmad Najamuddin pindah kekeraton lama. Terangnya pemainan politik Inggris semakin mengurangi kekuasaan sultan dan kondisi kontrak lebih diperberat. Waktu Belanda menerima kembali daerah jajahannya dari Inggris, politik langsung membalik situasi seperti yang diciptakan oleh Inggris. Sultan Ahmad Najamuddin adalah penguasa yang lemah sedang sultan Badaruddin menguasai politik. Eksploitasi feodalistis dikalangan keluarga sultan merajalela, banvak perampokan dalam kekosongan kekuasaan didaerah, dan akhir situasi minp dengan anarki. Munünghe selaku kuasa usaha Belanda bertekad menanam kekuasaan yang kuat di Palembang maka untuk tujuan itu disodorkan kontrak dengan kedua tokoh tersebut 20-24 Juni 1818. Meski kesultanan tidak dihapus, namun kekuasaan sultan lambat laun semakin berkurang. Sultan Palembang dan saudaranya untuk kedua kalinya diturunkan dari tahtanya. Keduanya mendapat daerah kekuasaanuntuk diambil hasilnya sebagai sarana penghidupannya, sedang sebagian besar daerah Palembang dikuasai Belanda. Najamuddin yang dibelakangkan oleh intervensi Belanda, berusaha memperoleh bantuan Inggris. Usaha Raffles untuk memberi bantuan vang diharapkan itu gagal, dan akhirnya ia sebagai faktor v ang membahav akan pemerintahan Belanda diamankan di Batavia. Sementara didaerah pedalaman bergolak terus, antara lain karena tercipta vakum politik dan ruang sosial yang leluasa bagi unsur-unsur bawah tanah untuk beragitasi. Orang-orang minangkabau dan Melavn vang menjadi pengikut Sultan Badaruddin sewaktu dia mengungsi ke hulu sungai Musi melakukan perlawanan terhadap expedisi Belanda v ang terpaksa kembali ke Palembang tanpa dapat mengamankan daerah hulu. 50
- Antara abad ke-17 dan 18, VOC berhasil menguasai Batavia dan beberapa wilayah di Nusantara lainnya. Di luar daerah-daerah tersebut, kerajaan-kerajaan bercorak Islam masih berdiri sebagai kerajaan berdaulat dan memegang kendali atas pangkalan ataupun rute-rute perdagangan. Setelah terlibat persaingan dan perebutan kekuasaan, VOC akhirnya berhasil memaksakan perjanjian terhadap raja-raja di Nusantara agar dapat terlibat dalam urusan VOC terlibat dalam urusan internal kerajaan-kerajaan di Nusantara adalah VOC ingin memecah belah kekuasaan kerajaan-kerajaan pribumi. Dengan begitu, ancaman dari kerajaan yang menjadi pesaing dan belum berhasil ditaklukkan dapat diminimalisasi. Berikut ini bentuk keterlibatan VOC dalam urusan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Intervensi VOC di Kerajaan Banten Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1682, yang juga sangat membenci VOC. Ketika Sultan Ageng Tirtayasa terlibat konflik dengan putranya, Sultan Haji, VOC menganggap hal itu sebagai kesempatan berharga. VOC segera mendekati Sultan Haji, yang dianggap mudah dipengaruhi, untuk melakukan politik adu domba. Akibat termakan hasutan Belanda, Sultan Haji menuduh ayahnya berupaya menyingkirkan dirinya dari takhta Kesultanan Banten. Sultan Haji kemudian bekerjasama dengan VOC untuk mengkudeta Sultan Ageng Tirtayasa. Sebagai imbalan membantu Sultan Haji mendapatkan takhta kesultanan, VOC mengajukan beberapa syarat yang merugikan Banten. Tidak hanya itu, perjanjian yang diajukan VOC secara praktis membuat Kerajaan Banten tidak memiliki kedaulatan lagi. Sebab, segala sesuatu yang berkaitan dengan pemerintahan kerajaan harus mendapatkan persetujuan VOC. Baca juga Kerajaan Banten Sejarah, Masa Kejayaan, Kemunduran, dan Peninggalan Intervensi VOC di Kerajaan Mataram Dalam sejarah Kerajaan Mataram Islam, Sultan Agung tidak hanya dikenal sebagai raja yang membawa kerajaannya mencapai puncak keemasan, tetapi juga sangat gigih melawan VOC. Keterlibatan VOC di Kerajaan Mataram dimulai pada masa pemerintahan Amangkurat I 1645-1677, putra sekaligus pengganti Sultan Agung. Berbeda dari ayahnya, Amangkurat I memiliki sifat sangat kejam dan mau bersekutu dengan VOC. Sejak awal pemerintahannya, Amangkurat I melakukan perjanjian dengan VOC, yang hakikatnya Mataram harus mengakui kekuasaan VOC dan mengizinkannya untuk ikut campur urusan politik kerajaan. Pada masa pemerintahan Amangkurat II, VOC mulai melakukan pencaplokan wilayah, mengendalikan pelabuhan di pantai utara sampai ujung paling timur Pulau Jawa, dan memonopoli ekspor beras Mataram. Secara berangsur, wilayah kerajaan menyempit akibat aneksasi yang dilakukan VOC sebagai imbalan atas intervensinya dalam intrik-intrik di kalangan keluarga kerajaan. Selama abad ke-18, VOC terus melakukan intervensi dalam pergantian penguasa Kerajaan Mataram, yang kemudian menjadi salah satu sebab meletusnya Perang Diponegoro. Pada akhirnya, Kerajaan Mataram harus menandatangani Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755, yang menyebabkan kerajaan dibagi menjadi dua kekuasaan, yakni Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Perjanjian Giyanti sendiri merupakan bentuk politik adu domba atau devide et impera VOC dengan memanfaatkan perselisihan antara Pangeran Mangkubumi dan Pakubuwono III. Baca juga Devide et Impera Asal-usul dan Upaya-upayanya di NusantaraIntervensi VOC di Gowa-Tallo dan Bone VOC tidak hanya memanfaatkan konflik internal kerajaan, tetapi juga perselisihan antarkerajaan, seperti yang terjadi pada Kerajaan Gowa-Tallo dan Kerajaan Bone. Dalam konflik dua kerajaan tersebut, VOC kembali melakukan siasat politik adu domba hingga membuat Raja Bone, yakni Aru Palaka, mau bersekutu untuk melawan Gowa-Tallo. Setelah bertahun-tahun berperang, Kerajaan Gowa-Tallo, di bawah kekuasaan Sultan Hasanuddin, harus mengakui kekalahannya dan menandatangani Perjanjian Bongaya pada 1667. Dalam perjanjian tersebut, banyak pasal yang merugikan Gowa-Tallo dan dua hari setelahnya Sultan Hasanuddin turun takhta. Perjanjian Bongaya menjadi awal keruntuhan Kerajaan Gowa-Tallo, karena raja-raja setelah Sultan Hasanuddin bukanlah raja yang merdeka dalam penentuan politik kenegaraan. Tidak hanya itu, VOC akhirnya berhasil menguasai monopoli perdagangan di wilayah Indonesia bagian Timur. Intervensi VOC di Kerajaan Banjar Belanda sebenarnya telah berupaya memonopoli perdagangan di Banjar sejak awal abad ke-17, tetapi selalu diusir. Pada abad ke-18, VOC akhirnya berhasil mengadakan perjanjian dengan penguasa Kerajaan Banjar. Kesempatan untuk melakukan intervensi semakin lebar, saat Pangeran Nata terlibat konflik dengan Pangeran Amir. Pangeran Amir kemudian meminta bantuan pamannya, Arung Tarawe, untuk menyerang Kerajaan Banjar dengan pasukan orang Bugis, sedangkan Pangeran Nata meminta bantuan VOC. Meski Sultan Nata berhasil memertahankan takhtanya, kesepakatan dengan VOC pada akhirnya merusak adat kerajaan. Selain itu, wilayah Kerajaan Banjar juga semakin sempit karena aneksasi yang dilakukan oleh VOC. Baca juga Isi Perjanjian Bongaya dan Latar Belakangnya Intervensi VOC di Ternate dan Tidore Kerajaan Ternate mulai mengalami kemunduran setelah Sultan Baabullah meninggal pada 1583. Kehidupan politik Kerajaan Ternate pun semakin kacau saat VOC datang dan memenangkan persaingan melawan bangsa barat lainnya. Sejak saat itu, VOC memegang hak atas monopoli perdagangan dan mulai mendirikan benteng di Ternate. Menjelang akhir abad ke-17, Kerajaan Ternate sepenuhnya berada di bawah kendali VOC. Hal sama juga terjadi di Kerajaan Tidore, setelah Sultan Nuku tutup usia pada 1805 M. Kondisi di Kerajaan Tidore yang terus mengalami konflik internal segera dimanfaatkan oleh VOC untuk menanamkan pengaruhnya. Pada akhirnya, Kerajaan Tidore juga jatuh ke tangan Belanda. Intervensi VOC di Sumatera Di Pulau Sumatera, VOC dengan mudah menguasai kerajaan-kerajaan Islam, kecuali Kerajaan Aceh. Kerajaan-kerajaan Islam tersebut jatuh ke tangan VOC setelah mengadakan kontrak yang merugikan bagi mereka. Sementara Kerajaan Aceh masih dapat menikmati kemerdekaannya sampai pertengahan abad ke-19, setelah VOC dibubarkan. Namun, setelah terlibat peperangan selama beberapa dekade, Kerajaan Aceh harus mengakui kekuatan Belanda. Referensi Amarseto, Binuko. 2017. Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta Relasi Inti Media. Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto Eds. 2008. Sejarah Nasional Indonesia IV Kemunculan Penjajahan di Indonesia. Jakarta Balai Pustaka. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
- Islam diperkirakan mulai masuk ke Nusantara sekitar abad ke-7 atau ke-8. Namun, Islam baru berkembang pesat di Indonesia pada abad ke-13. Agama Islam berkembang melalui kehadiran individu-individu muslim asing maupun penduduk pribumi yang telah memeluk saat itu, Islam tersebar luas hingga saat ini menjadi agama yang dipeluk mayoritas rakyat Indonesia. Masuknya agama Islam tidaklah bersamaan dengan berdirinya kerajaan-kerajaan bercorak Islam di Nusantara. Langkah penyebaran Islam mulai dilakukan secara besar-besaran ketika muncul para fase itu, kerajaan-kerajaan Islam baru mulai berdiri di Nusantara. Baca juga Masuknya Islam ke Nusantara Kerajaan Islam di Indonesia Ketika pengaruh Islam mulai menguat, kerajaan-kerajaan Islam mulai berdiri di Nusantara hingga mampu menggantikan kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha yang telah lebih dulu berkuasa. Berikut ini daftar nama kerajaan Islam di Indonesia. Nama kerajaan Pendiri Letak Tahun berkuasa Raja terkenal Kerajaan Perlak Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Azis Syah Aceh Timur 840-1292 Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin II Kerajaan Samudera Pasai Marah Silu atau Sultan Malik Al-Saleh Lhokseumawe, Aceh 1267-1517 Sultan Mahmud Malik Az Zahir Kerajaan Gowa-Tallo Tumanurung Bainea Sulawesi Selatan 1300-1960 Sultan Hasanuddin Kerajaan Kutai Kartanegara Aji Batara Agung Dewa Sakti Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur 1300-1960 Sultan Muhammad Idris Kerajaan Bone Manurunge ri Matajang Sulawesi Selatan 1330-1905 Arung Palaka Kerajaan Malaka Parameswara Selat Malaka 1405-1511 Sultan Mansur Syah Kerajaan Cirebon Pangeran Cakrabuana Cirebon 1430-1677 Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati Kerajaan Demak Raden Patah Demak, Jawa Tengah 1478-1561 Sultan Trenggono Kerajaan Ternate Sultan Zainal Abidin Ternate 1486-1914 Sultan Baabullah Kerajaan Tidore Sultan Ciriliyati alias Djamaluddin Tidore 1495-1967 Sultan Nuku Kerajaan Aceh Sultan Ali Mughayat Syah Banda Aceh 1496-1903 Sultan Iskandar Muda Kerajaan Selaparang Sayyid Zulqarnain Lombok 1500-an Prabu Rangkesari Kerajaan Banjar Raden Samudera atau Sultan Suriansyah Martapura, Kalimantan Selatan 1520-1905 Sultan Mustain Billah Kerajaan Banten Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati Banten 1526-1813 Sultan Ageng Tirtayasa Kerajaan Pajang Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir Surakarta 1568-1587 Sultan Hadiwijaya Kerajaan Mataram Islam Danang Sutawijaya atau Panembahan Senopati Kotagede, Yogyakarta 1586-1755 Sultan Agung Kerajaan Bima La Kai Bima 1620-1958 Sultan Muhammad Salahuddin Kerajaan Deli Tuanku Panglima Gocah Pahlawan Tanah Deli 1632-1946 Sultan Ma'moen Al Rasyid Kerajaan Siak Sultan Abdul Jalil Riau 1723-1945 Raja Ismail Referensi Amarseto, Binuko. 2017. Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta Relasi Inti Media. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
terangkan mengenai konsep kekuasaan di kerajaan islam nusantara